![]() |
Pasukan gabungan TNI dan POLRI Indonesia dalam formasi resmi, simbol loyalitas dan kekuatan pertahanan negara di bawah komando Presiden Prabowo. |
Presiden Prabowo Subianto kini tengah melakukan langkah strategis yang terkesan senyap, namun berdampak besar terhadap peta kekuasaan militer dan kepolisian. Di balik sorotan publik, terjadi proses rotasi dan mutasi jabatan yang mengarah pada satu tujuan utama: memastikan seluruh elemen TNI dan Polri berada dalam garis loyalitas tunggal kepada Presiden.
Tidak ada lagi ruang kompromi bagi loyalitas ganda atau pengaruh dari masa pemerintahan sebelumnya, terutama dari Presiden Joko Widodo. Indikasi ini terlihat jelas dalam pola promosi dan reposisi yang berlangsung bertahap, tetapi konsisten.
Promosi dan Pensiun Dini: Strategi Konsolidasi
Salah satu contoh signifikan adalah penempatan Letnan Jenderal Jaka Budi Utama ke posisi sipil sebagai Dirjen Bea dan Cukai. Padahal, masa dinas militernya masih cukup panjang, yakni sekitar lima tahun. Langkah ini secara tidak langsung menyudahi karier militernya lebih awal, karena posisi sipil tersebut bersifat kontrak, bukan struktural dalam militer.
Peristiwa seperti ini bukan hal biasa. Banyak pengamat menilai bahwa keputusan tersebut sarat nuansa politik dan merupakan bagian dari upaya untuk mengurangi pengaruh figur-figur militer yang dianggap lebih dekat dengan kekuasaan lama.
(Sumber pendukung dapat ditelusuri melalui artikel: Kompas, Tempo, dan Kemhan RI).
Baca juga:
Rafael Granada Baay dan Dedi Suryadi: Loyalitas yang Dikonsolidasikan
Rafael Granada Baay, mantan Pangdam Jaya yang pernah memimpin pasukan elite pengamanan presiden (Paspampres), kini dilantik menjadi Sekretaris Utama di Badan Intelijen Negara (BIN). Meskipun pernah bekerja dekat dengan Presiden Jokowi, jabatan barunya menunjukkan bahwa ia kini telah dipercaya sepenuhnya oleh Presiden Prabowo.
Begitu pula dengan Mayjen Dedi Suryadi. Ia dikenal sebagai salah satu perwira dekat Jokowi—pernah menjadi ajudan presiden dan mengisi sejumlah pos penting seperti Danrem Solo serta Pangdam Diponegoro. Kini, ia dipercaya memegang jabatan Pangdam Jaya, salah satu posisi militer paling vital di kawasan ibu kota.
Kedua penempatan ini mengisyaratkan adanya transformasi loyalitas, di mana figur-figur yang sebelumnya berada di lingkar Jokowi kini harus menunjukkan komitmen penuh kepada pemimpin baru. Hal ini sejalan dengan pendekatan Prabowo yang dikenal berhati-hati namun tegas dalam memilih orang-orang di sekelilingnya.
Tidak Ada Lagi “Dua Matahari”
Prabowo tampaknya tidak ingin kekuatan bersenjata berada di bawah pengaruh ganda. Dalam struktur komando militer yang ideal, loyalitas harus tunggal dan tegas. Oleh sebab itu, reposisi terhadap perwira tinggi yang masih diasosiasikan dengan rezim sebelumnya menjadi keniscayaan.
Sejumlah nama yang dikenal sebagai "orang Jokowi" kini ditempatkan di posisi non-strategis atau dimutasi ke ranah sipil. Sebaliknya, mereka yang diyakini memiliki kesetiaan penuh kepada Presiden Prabowo mulai menempati posisi penting, meski sebelumnya bukan tokoh utama di masa pemerintahan sebelumnya.
Penutup: Reposisi Kekuasaan Lewat Seragam
Apa yang tengah berlangsung bukan sekadar rotasi jabatan dalam militer dan kepolisian, melainkan bagian dari proses konsolidasi politik dan kekuasaan. Prabowo menyadari bahwa stabilitas nasional tidak cukup hanya dengan kekuatan politik sipil. Ia memerlukan institusi pertahanan dan keamanan yang solid, loyal, dan tegak lurus terhadap komandonya.
Bagi publik, penting untuk memahami bahwa mutasi di tubuh TNI dan Polri bukan semata keputusan administratif. Setiap pergantian pejabat tinggi memiliki implikasi politik dan keamanan yang luas. Maka, kewaspadaan dan pengamatan kritis atas dinamika ini menjadi hal yang mutlak dalam iklim demokrasi.
Tidak ada komentar
Posting Komentar