Tragis! Dugaan Pelecehan Seksual oleh Tokoh Agama di Bekasi
Wali Kota Bekasi mendatangi rumah korban kekerasan seksual di Pondok Ranggon
Foto: Wali Kota Bekasi mengunjungi langsung rumah korban untuk memberikan dukungan dan perlindungan.

Bekasi – Sejumlah perempuan akhirnya angkat bicara terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum tokoh agama di wilayah Pondok Ranggon, Bekasi. Pengakuan para korban menguak praktik yang diduga menyimpang, bermula dari aktivitas pengobatan berbasis agama. Sosok yang seharusnya menjadi panutan justru diduga memanfaatkan kepercayaan umat untuk melakukan tindakan tercela.

Salah satu korban, perempuan berusia 26 tahun, menceritakan awal mula peristiwa tersebut. Ia mengaku mendatangi rumah sang ustadz atas rekomendasi seorang kerabat, dalam upaya mencari kesembuhan bagi ibunya yang tengah sakit keras. Pengobatan medis hingga alternatif telah ditempuh, namun tidak membuahkan hasil. Ia pun berharap pada metode “pengobatan syariat” yang ditawarkan ustadz tersebut.

“Awalnya saya percaya. Prosesnya diawali dengan doa, zikir, dan air minum yang sudah dibacakan. Saya sempat berpikir, mungkin ini cara Allah menolong saya,” tutur korban kepada media.

Namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk. Ustadz tersebut kemudian mengklaim bahwa ada “penunggu sumur tua” yang mengikuti sang ibu dan kini memengaruhi kondisi korban. Ia berdalih perlu melakukan ritual “pembersihan” agar gangguan spiritual tidak menular lebih jauh.

Tanpa persetujuan, pelaku mulai menyentuh bagian tubuh korban, dengan alasan mengusir makhluk gaib. Tangannya meraba punggung, lalu masuk ke balik kerudung dan ke dalam pakaian korban, menyasar area sensitif seperti ketiak dan dada. Korban mencoba menolak, namun pelaku tetap memaksa.

“Saya pikir cuma mau ditiup, ternyata dia mencium pipi, jidat, sampai akhirnya lidahnya masuk ke mulut saya,” ujarnya dengan suara bergetar.

Korban menjelaskan bahwa tubuhnya seketika kaku, tidak mampu bergerak. Ketika pelaku mulai menyentuh bagian belakang tubuh dan bergerak ke arah bawah, korban hanya bisa menahan sebisanya, menjepit tangan pelaku dengan pahanya agar tidak lebih jauh.

Tidak hanya satu, korban lain yang pernah menjalani pengobatan serupa juga mengaku mengalami pelecehan seksual. Seorang perempuan menyampaikan bahwa dirinya pernah disentuh di bagian kemaluan saat masih berusia remaja. Ia memendam trauma itu selama bertahun-tahun hingga akhirnya berani bersuara setelah kasus ini mencuat.

Baca juga: Krisis PHK dan Kemiskinan Struktural Ancam Kelas Pekerja

Respons Pemerintah Kota Bekasi: Jaminan Perlindungan untuk Korban

Wali Kota Bekasi menyatakan keprihatinan dan komitmennya terhadap penanganan kasus ini. Ia menyampaikan apresiasi atas keberanian para korban yang telah berbicara, serta berjanji akan memberikan perlindungan dan pendampingan yang diperlukan.

“Saya apresiasi kepada ibu-ibu dan korban yang berani bicara. Karena kalau tidak, nanti korban-korban yang lain akan terus bermunculan,” ujarnya.

Pemerintah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) telah diminta untuk mendampingi korban, khususnya dari aspek psikologis. Selain itu, pemerintah daerah juga menyiapkan kendaraan dinas untuk memudahkan mobilisasi korban selama proses pelaporan dan penyelidikan.

“Jangan sampai ini menjadi beban. Pemerintah harus hadir dan meringankan beban ibu-ibu sekalian,” tegas Wali Kota.

Kejahatan Berkedok Agama: Tantangan Serius bagi Penegak Hukum

Kasus ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat dan penegak hukum mengenai potensi kejahatan seksual yang dilakukan oleh figur publik berlatar belakang agama. Posisi dan otoritas spiritual kerap menjadi tameng untuk menutupi tindakan menyimpang. Dalam situasi seperti ini, banyak korban enggan melapor karena takut dicap mencemarkan nama baik atau dianggap berdosa.

“Anak-anak kita harus dididik sejak dini, agar mereka berani mengatakan yang benar. Karena setiap kejahatan bisa terjadi di mana saja, termasuk di lingkungan rumah kita sendiri,” tuturnya.

Ia juga menyampaikan empati mendalam kepada para korban dan berharap aparat penegak hukum dapat menindak pelaku secara tegas, tanpa pandang bulu.

Baca juga: Orang Tua Pasien Ungkap Dugaan Malpraktik di RS Sentra Medika Langut

Harapan Korban: Keadilan dan Pencegahan Kasus Serupa

Korban berharap aparat kepolisian bertindak cepat dan memastikan proses hukum berjalan dengan transparan dan adil. Mereka tak ingin ada lagi perempuan yang menjadi korban dari praktik serupa. Mereka juga meminta perlindungan dan pendampingan agar trauma yang dialami bisa dipulihkan.

“Waktu itu saya enggak tahu, saya diam. Tapi hati saya perempuan, sakit. Sekarang saya mau perjuangkan ini supaya tidak ada lagi korban lainnya,” kata salah satu korban dengan nada getir.

Sebagian korban mengaku masih dihantui ketakutan setiap kali mengingat sosok pelaku. Namun dorongan moral dan dukungan sesama korban membuat mereka mantap untuk mengejar keadilan.

Momentum Melawan Kekerasan Seksual

Kasus ini diharapkan menjadi titik balik dalam penanganan kekerasan seksual di wilayah Bekasi, khususnya yang melibatkan tokoh publik atau pemuka agama. Pemerintah Kota Bekasi membuka ruang seluas-luasnya bagi korban untuk melapor, serta menjamin proses hukum yang berpihak pada korban.

“Saya ingin memastikan bahwa ibu-ibu berada dalam kondisi aman dan terus didukung oleh pemerintah. Kita tidak ingin kejadian ini terulang kembali,” tegas Wali Kota Bekasi.


Catatan Redaksi: Artikel ini disusun berdasarkan kesaksian korban dan pernyataan resmi dari Pemerintah Kota Bekasi. Demi menjaga privasi, identitas para korban tidak disebutkan. Jika Anda atau orang terdekat mengalami kekerasan seksual, segera hubungi lembaga bantuan atau pihak berwenang untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan.