Mantan Wakapolri Oegroseno Soroti Penanganan Kasus Ijazah Jokowi dan UU ITE

Jakarta,16 Mei 2025 – Mantan Wakapolri Komjen Polisi (Purn) Drs. Oegroseno, S.H. secara tegas menyoroti mekanisme penyidikan Polri dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo yang kini menjadi perbincangan publik. Dalam wawancara bersama Abraham Samad dalam segmen “Speak Up Netizen”, Oegroseno menekankan pentingnya netralitas dan prosedur hukum yang sesuai, sembari mengkritisi potensi penyalahgunaan Undang-Undang ITE.

Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno memberikan wawancara dalam program Speak Up Netizen
Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno menyoroti penanganan kasus ijazah Jokowi dalam program Speak Up Netizen.

Kritik Terhadap Penggunaan UU ITE

Menurutnya, Undang-Undang ITE bukanlah instrumen hukum yang diciptakan untuk memenjarakan orang. “Jangan sampai pasal-pasal seperti 28, 32, atau 35 UU ITE dicari-cari untuk menjerat seseorang. Tujuan penegakan hukum adalah keadilan, bukan balas dendam,” tegas Oegroseno.

Ia juga menyinggung soal kecepatan polisi menanggapi laporan pihak Presiden yang dianggap sangat cepat, bahkan ‘super kilat’, dibandingkan laporan pihak lain di Bareskrim. Menurutnya, hal ini berpotensi menimbulkan persepsi publik bahwa kepolisian tidak bertindak netral.

Penanganan Ijazah Belum Sesuai Prosedur

Dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi, Oegroseno mempertanyakan logika hukum dalam proses forensik. “Kalau dokumen itu asli, buat apa diperiksa ke forensik?” katanya. Ia menambahkan bahwa Polri seharusnya menyita dokumen dari sumber resmi seperti KPU pusat, KPU Solo, dan KPU Jakarta, kemudian melakukan pembandingan menggunakan dokumen pembanding satu angkatan, bukan berdasarkan dokumen yang diserahkan oleh keluarga.

“Laboratorium forensik baru bermain jika ada dokumen tandingan atau dugaan pemalsuan. Kalau ijazah asli, cukup diakui oleh institusi pendidikan atau dinas kependudukan,” jelasnya.

Usulan Restorative Justice dan Klarifikasi Prosedur

Lebih lanjut, ia menyarankan penggunaan mekanisme restorative justice sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021. Ia menyebut, seluruh laporan terkait kasus ijazah, pencemaran nama baik, dan dugaan pelanggaran UU ITE sebaiknya digabung dan ditangani secara kolektif dengan pendekatan keadilan restoratif.

“Panggil semua pihak dalam satu meja bundar: pelapor, terlapor, saksi dari UGM, hingga masyarakat yang terlibat. Tunjukkan ke publik bahwa polisi berdiri untuk negara dan bukan untuk pihak tertentu,” ujarnya.

Ijazah Sebaiknya Ditunjukkan Secara Terbuka

Terkait polemik ijazah, Oegroseno menyarankan agar Presiden Jokowi sebagai negarawan tidak perlu ragu menunjukkan ijazah secara terbuka, termasuk dalam persidangan perdata di Solo. Ia bahkan menyarankan agar ijazah tersebut diunggah sendiri oleh Presiden melalui media sosial untuk mengakhiri polemik.

“Masyarakat hanya ingin tahu. Mereka yang dulu memilih Presiden berhak mendapat jawaban terbuka. Jika sudah jelas dan transparan, maka polemik akan selesai dengan sendirinya,” pungkasnya.

Polisi Bukan Alat Legalisasi Dokumen

Ia juga menekankan bahwa kepolisian bukan institusi untuk melegitimasi keaslian dokumen, seperti ijazah. “Kalau dulu kita legalisir ke sekolah, bukan ke kantor polisi. Jadi jangan tempatkan polisi di posisi yang bukan tugas utamanya,” ujarnya.

Lebih jauh, ia mengkritisi istilah “undangan klarifikasi” yang selama ini digunakan oleh kepolisian, karena tidak dikenal dalam KUHAP. Menurutnya, prosedur penyelidikan harus berdasarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan disertai dengan laporan polisi model A atau B.

Kesimpulan: Tegakkan Keadilan, Bukan Kepentingan

Mengakhiri wawancara, Oegroseno menegaskan bahwa kepolisian seharusnya tetap menjadi alat negara yang berdiri di atas semua golongan, menjunjung tinggi keadilan dan konstitusi. “Jangan sampai institusi penegak hukum kehilangan kepercayaan rakyat hanya karena berpihak pada kekuasaan. Penegakan hukum harus adil dan transparan,” tutupnya.


Catatan Redaksi: Artikel ini disusun berdasarkan wawancara eksklusif yang ditayangkan dalam program Speak Up oleh Abraham Samad di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up. Informasi yang disajikan telah melalui verifikasi dan penyuntingan untuk menjaga akurasi dan integritas pemberitaan.