Feri Irwandi tinggalkan Twitter demi ketenangan hidup dan menghindari tekanan di media sosial
Feri Irwandi memutuskan meninggalkan Twitter demi menjaga ketenangan hidup dan menghindari tekanan publik di dunia digital

Jakarta, 5 Mei 2025 – Feri Irwandi, seorang tokoh publik yang dikenal dengan kritik-kritiknya di media sosial, mengumumkan keputusan mengejutkan untuk berhenti menggunakan Twitter. Keputusan tersebut mengundang perhatian publik, mengingat aktivitasnya yang sangat vokal dalam menyuarakan pendapat mengenai berbagai isu politik dan sosial di platform tersebut.

Pada sebuah pernyataan yang dia unggah, Feri mengungkapkan bahwa hidupnya kini terasa lebih tenang setelah meninggalkan Twitter. Meskipun sebelumnya ia dikenal sebagai figur yang sangat aktif dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah, seperti pengesahan RUU TNI, Feri merasa bahwa platform media sosial tersebut tidak memberikan dampak positif dalam hidupnya.

“Setelah berhenti menggunakan Twitter, saya merasa lebih damai. Tidak ada lagi kegelisahan yang sering muncul akibat perdebatan panjang di dunia maya,” ujar Feri dalam postingan tersebut. “Saya sadar bahwa meskipun memiliki hak untuk berpendapat, namun saya juga harus menjaga kedamaian dalam hidup pribadi saya,” tambahnya.

Baca juga: Dr. Muhammad Taufik Dilaporkan, Singgung Putusan MK dan Dugaan Ijazah Jokowi

Langkah Feri untuk mundur dari Twitter juga menarik perhatian sejumlah pengamat media sosial dan tokoh publik lainnya, seperti Denny Darko, yang memberikan pandangan mengenai fenomena ini. Menurut Denny, keputusan Feri bisa jadi merupakan respons terhadap tekanan yang datang dari berbagai pihak, terutama mengingat kritiknya yang cukup keras terhadap pemerintah.

Media Sosial dan Tantangan Kebebasan Berekspresi

Seiring dengan perkembangan pesat media sosial, Twitter telah menjadi salah satu platform utama bagi individu, termasuk tokoh publik, untuk mengemukakan pandangan dan kritik. Feri Irwandi, yang sering kali terlibat dalam perdebatan sengit di Twitter, adalah contoh nyata dari fenomena ini. Kritikan Feri terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait dengan pengesahan RUU TNI, sering kali memicu reaksi beragam dari para pengikutnya.

Namun, Denny Darko menilai bahwa peran media sosial dalam kebebasan berekspresi perlu dicermati dengan hati-hati. “Ketika seseorang mengungkapkan kritik di media sosial, terutama dengan pengaruh yang besar, hal itu bisa berisiko memicu ketegangan yang lebih luas di masyarakat,” ujar Denny dalam komentarnya. “Feri, sebagai figur publik, pasti memahami dampak dari setiap kata yang dia ucapkan di media sosial. Ketika seseorang seperti dia terus-menerus mengkritik kebijakan pemerintah, ada kemungkinan dia menghadapi tekanan, baik dari pihak yang tidak setuju dengan pendapatnya maupun dari pihak lain yang mungkin merasa terancam dengan opini tersebut,” lanjutnya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Feri diketahui pernah menghilang sejenak dari Twitter setelah mengkritik RUU TNI. Hal ini memunculkan spekulasi di kalangan netizen mengenai adanya tekanan atau ancaman yang diterima Feri. Beberapa pihak menduga bahwa keputusan Feri untuk mundur dari platform Twitter merupakan bentuk reaksi terhadap situasi tersebut.

Menghadapi Ancaman di Dunia Digital

Di dunia digital, kebebasan berbicara memang dijamin, namun di sisi lain, penggunaan media sosial juga bisa membawa risiko tersendiri, terutama bagi publik figur seperti Feri Irwandi. Selain mendapat reaksi dari pengikut dan kelompok tertentu yang tidak sependapat, media sosial juga menjadi tempat yang rawan bagi perundungan atau ancaman terhadap individu yang vokal mengungkapkan pendapat.

Feri Irwandi sendiri tidak menutup kemungkinan bahwa dirinya mungkin pernah menerima tekanan dari berbagai pihak terkait aktivitasnya di media sosial. Namun, ia menyatakan bahwa keputusan untuk berhenti dari Twitter adalah pilihan pribadi yang dibuat untuk menjaga keseimbangan hidupnya. “Saya merasa lebih tenang tanpa adanya perdebatan panjang yang kadang-kadang memicu stres. Saya masih bisa mengungkapkan pendapat saya lewat media lain, tetapi tanpa terjebak dalam ketegangan yang ada di Twitter,” jelasnya.

Dampak Internet Bubble Filter dan Polarisasi Sosial

Fenomena yang turut memperburuk suasana di media sosial adalah apa yang dikenal sebagai “internet bubble filter”. Fenomena ini terjadi ketika algoritma media sosial menyajikan konten yang sejalan dengan pandangan pengguna, sehingga membentuk ruang lingkup informasi yang terbatas pada opini yang sama. Hal ini dapat memperburuk polarisasi sosial, di mana perbedaan pendapat semakin tajam dan sulit untuk disatukan.

Menurut Denny Darko, Feri kemungkinan juga merasa terjebak dalam “bubble filter” yang membatasi pandangannya terhadap dunia luar. Ia menambahkan bahwa media sosial sering kali hanya memperkuat pandangan yang sudah ada tanpa memberikan ruang untuk berdiskusi secara objektif dan terbuka.

“Kritik yang disampaikan di media sosial sering kali tidak membawa dampak positif, terutama jika hanya berfokus pada perbedaan. Ini bisa memperburuk suasana dan memperbesar jurang pemisah antar kelompok di masyarakat,” kata Denny. Feri sendiri mengakui bahwa dirinya merasa semakin terjebak dalam situasi semacam ini, sehingga akhirnya memutuskan untuk mundur dari Twitter.

Baca juga: Remaja Cikarang Debat Dedi Mulyadi Soal Wisuda dan Penggusuran Viral di TikTok

Pilihan Bijak dalam Menggunakan Media Sosial

Feri Irwandi bukanlah satu-satunya tokoh yang menghadapi dilema terkait kebebasan berekspresi di media sosial. Di era digital ini, setiap orang, baik publik figur maupun individu biasa, dihadapkan pada tantangan dalam mengungkapkan opini secara bebas tanpa menimbulkan kerusuhan atau perpecahan. Oleh karena itu, penting bagi pengguna media sosial untuk bijak dalam memilih kata-kata dan cara menyampaikan pendapat mereka.

Keputusan Feri untuk berhenti dari Twitter juga menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan kedamaian hidup pribadi. “Saya tetap bisa berbicara dan menyuarakan pendapat saya, tetapi saya melakukannya dengan cara yang lebih terkontrol dan melalui platform yang lebih aman,” ujar Feri.

Kesimpulan: Menjaga Kedamaian di Dunia Digital

Keputusan Feri Irwandi untuk meninggalkan Twitter memberikan pelajaran penting mengenai kebebasan berekspresi di dunia maya. Meskipun media sosial memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk berbicara, kita harus sadar akan dampaknya, baik terhadap diri kita sendiri maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan. Sebagai publik figur, Feri telah menunjukkan bahwa meskipun kritik adalah hak setiap orang, cara kita menyampaikan kritik di dunia digital juga perlu diperhatikan dengan bijak.

Dalam menghadapi tantangan dunia digital, keseimbangan menjadi kunci utama. Kebebasan berbicara memang penting, tetapi menjaga kedamaian hidup pribadi dan menghindari perpecahan sosial juga harus menjadi prioritas. Feri Irwandi telah memilih untuk menghindari ketegangan yang timbul di media sosial, dan tetap menjaga haknya untuk berbicara melalui cara yang lebih damai. Hal ini menjadi contoh yang baik bagi kita semua dalam menggunakan media sosial dengan bijak.