Laporan Dugaan Ketidakprofesionalan Penyidik PPA Polres Jakarta Utara Dilayangkan ke Mabes Polri
![]() |
Kuasa Hukum Toni RM bersama keluarga SE setelah melaporkan penyidik PPA ke Propam Mabes Polri atas dugaan pelanggaran prosedur. |
Jakarta – Seorang kuasa hukum, Toni S.H., M.H., resmi melaporkan dugaan ketidakprofesionalan penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara kepada Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta. Laporan ini berkaitan dengan penanganan perkara persetubuhan terhadap anak di bawah umur yang dinilai penuh kejanggalan, khususnya terkait dugaan penghilangan barang bukti penting berupa hasil swab air liur milik terlapor berinisial SE.
Laporan dugaan pelanggaran tersebut telah diterima secara resmi oleh Brigadir Polisi Rosiandrea pada 24 April 2025, sebagaimana tercantum dalam Surat Penerimaan Surat Pengaduan Propam Nomor: SPSP2/001818/IV/2025/BAGYANDUAN.
Kronologi Kasus dan Permasalahan Barang Bukti
Kasus ini berawal dari laporan polisi Nomor: LP/B/892/IX/2023/SPKT/Polres Metro Jakut/Polda Metro Jaya tertanggal 6 September 2023, terkait dugaan tindak pidana persetubuhan anak. Berdasarkan hasil visum et repertum, ditemukan adanya kristal sperma di area organ intim korban.
Atas temuan tersebut, penyidik melakukan pengambilan sampel swab air liur terhadap SE untuk keperluan pencocokan DNA. Namun, kuasa hukum Toni mengungkapkan bahwa hasil uji swab tersebut tidak pernah dilampirkan dalam berkas perkara, tidak dijadikan alat bukti, dan bahkan tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini.
“Saya menduga ada unsur kesengajaan untuk menghilangkan barang bukti. Ini bukan kesalahan administratif biasa—ini sudah masuk obstruction of justice,” tegas Toni, merujuk pada Pasal 221 KUHP.
Perintah Penyidikan dan Penetapan Tersangka
Melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/322/IX/RES.1.24/2023/Reskrim yang dikeluarkan pada 29 September 2023, penyidik Unit PPA Polres Metro Jakarta Utara secara resmi memerintahkan penyidikan terhadap perkara ini. Surat tersebut memuat nama-nama 14 penyidik yang terlibat, dan mendasarkan penyidikan pada sejumlah pasal dalam KUHP serta UU Perlindungan Anak.
Namun, Toni mempertanyakan profesionalitas para penyidik yang disebut dalam surat tersebut, karena tidak menyertakan hasil swab sebagai bukti pendukung penting. Padahal, hasil pencocokan DNA dari swab bisa menjadi kunci pembuktian dalam perkara ini.
Putusan dan Upaya Hukum
SE telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan dijatuhi hukuman penjara selama 13 tahun. Putusan itu banyak didasarkan pada hasil visum dan keterangan korban—yang menurut Toni, kerap berubah-ubah selama proses sidang berlangsung.
Toni, yang baru menjadi kuasa hukum SE pasca vonis, telah mengajukan banding. Ia menegaskan bahwa jika hasil swab SE tidak cocok dengan sperma pada tubuh korban, maka tidak ada dasar untuk menetapkannya sebagai pelaku.
“Kalau cocok, hukum SE. Tapi kalau tidak cocok, maka dia harus dibebaskan. Kita bicara soal nyawa dan keadilan,” ujar Toni.
Seruan Reformasi Internal
Melalui laporan ini, Toni meminta atensi langsung dari Kapolri dan Kadiv Propam untuk menyelidiki dugaan pelanggaran ini secara tuntas. Ia berharap agar Polri bisa menindak tegas oknum-oknum yang mencoreng citra institusi.
“Ini saatnya bersih-bersih di internal. Jangan sampai kesalahan oknum membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada institusi,” pungkasnya.
Laporan ini menjadi pengingat bahwa penegakan hukum harus dijalankan secara akuntabel, transparan, dan berdasarkan alat bukti yang sah. Kegagalan menghadirkan keadilan tidak hanya berdampak pada korban, tetapi juga pada masa depan institusi penegak hukum itu sendiri.
Simak juga artikel terkait: Kasus Pelanggaran HAM OCI: Pengungkapan Kisah Kelam
Belum ada Komentar untuk "Laporan Dugaan Ketidakprofesionalan Penyidik PPA Polres Jakarta Utara Dilayangkan ke Mabes Polri"
Posting Komentar